Umum  

Gavenia Inkris Perkenalkan Tumet Leut di Tingkat Nasional

Gavenia Inkris bersama adik, kedua orang tuanya serta Ketua Karang Taruna Barito Timur.

BERITA62.COM, Barito Timur – Seorang siswi kelas VII bernama Gavenia Inkris, atau akrab disapa Gevi, mengukir jejak penting dalam sejarah kebudayaan Dayak Maanyan. Gadis belia dari SMPN 1 Karusen Janang, Kabupaten Barito Timur, ini melangkah penuh percaya diri menuju panggung nasional, membawa serta sepotong warisan leluhur, Tumet Leut.

Dalam Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) Tahun 2025 yang digelar di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Depok, Jawa Barat, Gevi tampil sebagai duta muda budaya Dayak Maanyan, memperkenalkan Tumet Leut, sastra lisan dalam bentuk puisi yang dinyanyikan oleh masyarakat Dayak Maanyan, sarat makna dan nilai-nilai kearifan lokal.

Tumet Leut adalah ekspresi khas masyarakat Maanyan yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Dalam bentuk puisi berbahasa Maanyan yang dilantunkan dengan irama mendayu, terkandung petuah, sejarah, ajaran moral, hingga kisah-kisah kepahlawanan. Ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga jembatan nilai, pengikat identitas dan benteng budaya yang terus bertahan di tengah gempuran zaman.

Gavenia Inkris bersama Ade Frantina, guru pendamping dari SMP Negeri 1 Karusen Janang.

Perjalanan warga RT 05 Desa Dayu ini menuju pentas nasional tidaklah mudah, Ia harus melewati seleksi ketat dari tingkat kabupaten hingga akhirnya meraih Juara 1 tingkat Provinsi Kalimantan Tengah dalam kategori Tumet Leut.

“Ketika Gevi tampil pertama kali, saya tahu dia punya sesuatu yang istimewa,” kata Ade Frantina, guru pendamping dari SMP Negeri 1 Karusen Janang yang setia membimbing Gevi di setiap tahap persiapan, Sabtu, 24 Mei 2025.

“Dia tidak hanya menghafal, tapi menyelami dan menghidupkan kembali semangat dalam Tumet Leut. Itu yang membuatnya berbeda,” lanjutnya, penuh rasa bangga.

Gevi tak hanya membawakan syair khas Dayak Maanyan, ia menghadirkan suara masa lalu untuk didengar oleh generasi masa kini dan mendatang. Di tengah modernisasi dan globalisasi, keberanian Gevi mengangkat Tumet Leut ke panggung nasional adalah bentuk nyata cinta pada akar budaya.

FTBIN 2025 sendiri adalah ajang pelestarian bahasa dan budaya daerah, sekaligus penanaman kesadaran akan pentingnya bahasa ibu. Tahun ini, 115 peserta dari seluruh Indonesia hadir, masing-masing membawa kekayaan lokal mereka, termasuk Gevi dengan Tumet Leut-nya.

“Kami sangat bangga. Gevi adalah simbol semangat muda Barito Timur. Ini bukan hanya lomba, ini adalah panggilan jiwa untuk menjaga pusaka leluhur kita,” ungkap Ariwaratanu, Ketua Karang Taruna Barito Timur yang turut mengikuti perkembangan Gevi sejak awal.

Seluruh kebutuhan Gevi selama kegiatan ditanggung oleh Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, mulai dari transportasi, akomodasi hingga konsumsi, sesuai dengan ketentuan keuangan yang berlaku. Ini menjadi bukti nyata dukungan pemerintah terhadap pelestarian budaya daerah.

Cerita anak pasangan Boni Susanto dan Grace Leluno ini bukan hanya tentang prestasi, tetapi juga tentang keberanian mengangkat warisan yang hampir terlupakan. Remaja ini membuktikan bahwa suara dari kampung kecil di Kalimantan Tengah mampu bergema di aula-aula besar negeri ini.

“Saya ingin semua orang tahu bahwa budaya Dayak Maanyan itu indah. Tumet Leut mengajarkan saya mencintai bahasa ibu, mencintai tanah kelahiran,” ujar Gevi dengan mata berbinar, mengenang penampilannya di Depok.

Gevi bukan hanya membawakan cerita. Ia telah menjadi cerita itu sendiri, tentang harapan, tentang semangat menjaga identitas di tengah dunia yang terus berubah. Ia mengajarkan kita bahwa warisan budaya bukanlah milik masa lalu semata, tetapi bekal untuk masa depan.

Dan di sanubari Gevi yang masih muda, Tumet Leut terus hidup. Menyala seperti bara yang tak padam. Nyala yang akan terus ia jaga untuk Dayak Maanyan, untuk Barito Timur, dan untuk Indonesia. (BME-1)

Ucapan Ketua KNPI 1 Ucapan Ketua KNPI 2