BERITA62.COM, Palangka Raya – Gerakan Dayak Anti Narkoba (GDAN) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dalam menangani perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Muhammad Salihin alias Saleh, yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Palangka Raya.
Dukungan tersebut disampaikan secara langsung melalui penyerahan deklarasi masyarakat Dayak kepada pihak Kejaksaan Tinggi Kalteng pada Kamis, 30 Oktober 2025. Dalam deklarasi itu, GDAN dan para tokoh adat meminta agar JPU menuntut Saleh dengan hukuman maksimal sesuai ketentuan undang-undang.
Ketua Umum GDAN, Sadagori Henoch Binti atau yang akrab disapa Ririen Binti, menegaskan bahwa dukungan ini merupakan bentuk komitmen masyarakat Dayak dalam perang melawan peredaran narkoba yang semakin meresahkan di Bumi Tambun Bungai.
“Kami dari GDAN mendukung sepenuhnya langkah hukum JPU dalam kasus dugaan TPPU ini dan mendorong agar tuntutan dijatuhkan secara maksimal sebagaimana ketentuan undang-undang,” tegas Ririen.
Ia menambahkan, peredaran narkoba tidak hanya merusak moral dan kesehatan, tetapi juga mengancam tatanan adat, budaya dan keimanan masyarakat Dayak. Karena itu, tegasnya, para pelaku harus dihukum seberat-beratnya untuk memberi efek jera dan menjadi contoh bagi yang lain.
“Narkoba telah merusak tatanan budaya dan kehidupan masyarakat Dayak. Tidak ada pilihan lain selain melawan. Sanksi tegas bagi pelaku adalah salah satu cara agar peredaran narkoba ini benar-benar bisa dihentikan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Dandan Ardi, tokoh Dayak sekaligus penggagas berdirinya GDAN, menyampaikan dukungan serupa. Ia menilai tindakan Saleh telah mencoreng kedamaian masyarakat Dayak dan merusak sendi kehidupan sosial.
“Sebagai Mantir Adat, saya bersama tokoh adat lain mendukung sanksi hukum seberat-beratnya terhadap Saleh yang telah merusak kehidupan masyarakat Dayak. Kami juga akan menyusun regulasi adat untuk mengusir siapa pun yang terlibat dalam peredaran narkoba skala besar dari Bumi Tambun Bungai,” tegas Dandan.
Sementara itu, Ingkit Djaper, tokoh muda Dayak dan Ketua Biro Pertahanan dan Keamanan Adat Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng, menilai bahwa langkah hukum terhadap Saleh sudah sangat beralasan.
“Masyarakat sudah mengetahui bahwa Saleh adalah otak di balik peredaran narkoba di kawasan Puntun, Palangka Raya. Karena itu, sudah sepantasnya JPU menuntutnya dengan hukuman maksimal sebagaimana ketentuan Undang-Undang TPPU,” ujarnya.
Menanggapi dukungan dari GDAN, JPU Dwinanto Agung Wibowo, menyampaikan apresiasi dan memastikan bahwa pihaknya akan bertindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
“Kami menyambut baik dukungan dari masyarakat Dayak. JPU akan menuntut hukuman penjara maksimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang TPPU, serta menyita seluruh aset terdakwa yang diduga diperoleh dari hasil kejahatan untuk diserahkan kepada negara,” tegas Dwinanto.
Berdasarkan data BNN RI yang dirilis melalui laman resminya pada 11 September 2024, Saleh disebut sebagai bandar besar narkoba di kawasan Kampung Puntun, Palangka Raya. Ia terlibat dalam peredaran sabu seberat 202,8 gram dan telah divonis 7 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 25 Oktober 2022.
Namun sebelum dieksekusi, Saleh melarikan diri hingga akhirnya diburu kembali oleh tim BNN. Dalam operasi penangkapan 2 September 2024, petugas menyita uang tunai senilai Rp902,5 juta dan berhasil meringkus Saleh setelah baku kejar di kawasan rawa Jalan Rindang Banua, Palangka Raya.
Kasus TPPU yang kini menjeratnya diharapkan menjadi pintu masuk untuk menindak tegas para pelaku jaringan narkoba di Kalimantan Tengah. Dukungan masyarakat Dayak melalui GDAN menunjukkan kuatnya tekad bersama untuk menjaga tanah leluhur dari ancaman narkoba yang merusak masa depan generasi muda. (BME-2)







