BERITA62.COM, Barito Timur – Di balik jeruji besi, harapan itu ternyata masih bisa tumbuh. Pada dini hari yang sunyi, 26 Juli 2025, di sebuah ruangan sederhana di Rutan Kelas IIB Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur, seorang perempuan berinisial GM menggenggam perutnya yang mulai terasa mulas. Waktu menunjukkan sekitar pukul 02.00 WIB. Rasa nyeri itu datang semakin kencang. Ia tahu, saatnya melahirkan telah tiba.
Namun GM bukanlah perempuan biasa. Ia adalah seorang warga binaan. Di tengah keterbatasan dan stigma yang melekat, siapa sangka bahwa ia akan mendapatkan pertolongan dengan begitu sigap dan penuh empati.
Petugas Rutan tak menunggu lama. Prosedur tanggap darurat langsung dijalankan. Tepat pukul 02.14 WIB, GM diberangkatkan ke RSUD Tamiang Layang didampingi petugas medis. Enam jam kemudian, pukul 08.40 WIB, tangisan pertama seorang bayi laki-laki pun pecah, menandai awal kehidupan baru yang dimulai dari tempat yang tak biasa, dari seorang ibu yang tengah menjalani masa pidana.
Bayi itu lahir dengan sehat, dengan berat 2.735 gram. Tidak ada derai air mata kesedihan hari itu, hanya air mata bahagia yang jatuh dari pelupuk mata seorang ibu yang merasa dilindungi, diperhatikan, dan dihargai meski berada dalam status sebagai narapidana.
“Ini adalah pelayanan terbaik yang pernah saya terima,” ucap GM dengan suara bergetar.
“Saya sangat bersyukur karena pihak Rutan cepat dan tanggap saat saya benar-benar membutuhkan pertolongan,” lanjutnya.
Cerita GM menjadi bukti bahwa kemanusiaan tak pernah mengenal batas ruang maupun status. Di tengah tugas menjaga keamanan, Rutan Tamiang Layang juga memelihara komitmen untuk merawat sisi kemanusiaan para warganya.
Kepala Rutan, Agung Novarianto, menegaskan bahwa keselamatan dan kesehatan warga binaan adalah tanggung jawab moral yang tak bisa ditawar.
“Ini merupakan salah satu komitmen kami dalam menjaga kesehatan dan keselamatan warga binaan, terlebih dalam situasi gawat darurat. Kami juga memastikan asupan gizi bagi ibu dan bayinya agar masa nifas dan pembinaan dapat dijalani secara aman dan kondusif,” ujarnya.
GM dan bayinya kembali ke Rutan pada Minggu, 27 Juli 2025. Ia kembali bukan hanya sebagai warga binaan, tetapi juga sebagai seseorang yang telah melahirkan harapan, secercah cahaya dari balik tembok yang dingin.
Langkah cepat dan penuh empati dari jajaran Rutan ini menjadi contoh bahwa pemasyarakatan sejatinya bukan hanya tentang pengawasan dan hukuman, melainkan tentang pemulihan, harapan dan kesempatan kedua. Di balik dinding yang tinggi dan pintu yang terkunci, kehidupan tetap berjalan, dan di sinilah, seorang bayi lahir, membawa harapan baru untuk masa depan yang lebih baik. (BME-1)