BERITA62.COM, Barito Timur – Sebagai bentuk pelestarian adat dan tradisi leluhur, Mantir Balai melaksanakan ritual Netek Tumpang Liura sebagai pembuka rangkaian upacara adat Buntang Hajat keluarga besar Bunan Nataloto. Ritual ini digelar pada Minggu, 6 Juli 2025 malam, di RT 13 Desa Jaar Kabupaten Barito Timur.
Upacara sakral tersebut dipimpin oleh Mantir Balai Yendisno bersama anggota, serta dihadiri Damang Kepala Adat Paju Sapuluh, Luitson, para Mantir Adat, Pangulu Adat, Wadian dan Balian, tokoh adat, serta masyarakat setempat.
“Netek Tumpang Liura adalah tanda dimulainya pelaksanaan adat istiadat sebagai bukti bahwa upacara ritual resmi dimulai,” terang Yendisno.
Ia menjelaskan, ritual ini digelar sebagai bentuk syukur atas terkabulnya nazar atau hajat keluarga sesuai hukum adat Dayak Maanyan, yang dalam istilah adat disebut gawe kulungan langit ungkan piradu undru.
Menurut Yendisno, pelaksanaan ritual tidak bisa dilakukan secara perorangan atau kelompok kecil. Harus melibatkan keluarga besar, mendapat persetujuan para pemangku adat, serta didukung oleh masyarakat desa.
“Banyak hal yang harus dipersiapkan, seperti kehadiran Wadian, Mantir Balai, serta Wurung Balai atau penari tradisional,” tambahnya.
Selain itu, syarat pelaksanaan ritual juga mencakup pengumpulan bahan-bahan dari alam seperti bambu, rotan, janur, dan kayu-kayu tertentu, serta keterlibatan hewan kurban seperti ayam, burung dara, itik, babi, kambing, hingga kerbau. Hewan-hewan tersebut akan dikurbankan dalam puncak acara yang disebut Iparapa, yang rencananya digelar pada Sabtu, 12 Juli 2025.
Yendisno berharap ritual adat semacam ini tetap dilestarikan lintas generasi meski di tengah arus modernisasi. Ia juga meminta perhatian pemerintah untuk membantu penguatan kapasitas para tokoh adat, termasuk insentif bagi Wadian dan Balian yang selama ini tidak mendapatkan dukungan finansial.
Senada dengan itu, Damang Paju Sapuluh, Luitson, menyampaikan bahwa ritual tersebut merupakan upaya membayar nazar dari orang tua atau nenek almarhum Bunan Nataloto yang meninggal sekitar tahun 1980.
“Rohnya meminta agar nazar itu dibayarkan. Dan sebagai cucu yang berhasil, Bunan bertanggung jawab menyelesaikan hajat keluarga ini,” jelas Luitson.
Ia menegaskan, ritual Buntang Hajat merupakan bagian tak terpisahkan dari tradisi Kaharingan, warisan leluhur masyarakat adat Dayak Maanyan.
“Ini adalah milik kami yang harus terus dijaga,” pungkasnya. (BME-1)