Umum  

Desa Sumber Garunggung Akan Gelar Pawai Ogoh-Ogoh, Mengusir Bhuta Kala

I Ketut Budi dengan latar ogoh-ogoh yang akan diarak pada Jumat, 28 Maret 2025.

BERITA62.COM, Barito Timur – Langit senja di Desa Sumber Garunggung Kecamatan Dusun Tengah Kabupaten Barito Timur akan segera dihiasi pendar warna-warni dari patung-patung raksasa yang megah, diiringi gemuruh gamelan baleganjur yang menghentak.

Besok, Jumat, 28 Maret 2025, mulai pukul 14.00 waktu setempat, umat Hindu di desa ini akan menggelar pawai ogoh-ogoh, sebuah tradisi sakral yang telah mengakar dalam budaya Hindu Bali dan kini menjadi atraksi yang ditunggu-tunggu di Barito Timur.

I Ketut Budi, seorang seniman ogoh-ogoh sekaligus tokoh masyarakat setempat, tampak sibuk memberi sentuhan akhir pada karya yang akan diarak besok. Tangannya cekatan menempelkan detail ornamen pada patung raksasa yang melambangkan Bhuta Kala, sosok yang dipercaya sebagai manifestasi energi negatif dalam ajaran Hindu.

Di sekelilingnya, pemuda-pemudi Karang Taruna Desa Sumber Garunggung turut membantu, menyusun kerangka bambu, menempelkan kertas, dan mengecat dengan warna-warna mencolok.

“Ogoh-ogoh bukan sekadar patung raksasa. Ia adalah simbol dari segala hal buruk yang harus kita lepaskan sebelum menyambut Nyepi. Lewat pawai ini, kami membersihkan diri, baik secara lahir maupun batin,” ujar Budi, Kamis, 27 Maret 2025.

Sebagai bagian dari Malam Pengerupukan, pawai ogoh-ogoh digelar sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Patung-patung raksasa ini akan diarak dari batas Desa Sumber Garunggung dan Desa Netampin, menyusuri jalan utama dan berakhir di RT 01 Desa Sumber Garunggung. Sepanjang perjalanan, iringan gamelan baleganjur akan mengiringi langkah peserta pawai, menambah kemegahan suasana.

Menariknya, meskipun ogoh-ogoh awalnya selalu dibuat dalam bentuk makhluk menyeramkan, kini seni ini berkembang lebih kreatif. Selain Bhuta Kala, beberapa patung juga menampilkan tokoh-tokoh dari mitologi Hindu hingga kritik sosial terhadap fenomena masyarakat modern.

“Setiap tahun ada inovasi. Tahun ini ogoh-ogoh yang kami buat ada dua karakter, satu karakter kakek penganut ilmu hitam, satunya lagi pertapa sakti yang kelebihan saktinya berubah wujud menjadi raksasa bertaring dan pemakan manusia,” tutur Budi.

Pawai ini bukan hanya acara sakral, tetapi juga menjadi hiburan bagi masyarakat. Setiap tahunnya, ribuan warga Barito Timur dan sekitarnya berbondong-bondong menyaksikan parade yang memadukan unsur spiritual dan seni ini. Tahun ini, acara akan dibuka langsung oleh Bupati Barito Timur dan dihadiri oleh sejumlah anggota DPRD serta Camat Dusun Tengah.

“Kami mengundang seluruh masyarakat untuk datang. Ini satu-satunya pawai ogoh-ogoh di Barito Timur. Bukan hanya sakral, tetapi juga spektakuler,” ajak Budi dengan semangat.

Tradisi ogoh-ogoh berakar dari kepercayaan Hindu Bali tentang Bhuta Kala, kekuatan negatif yang harus dikendalikan agar keseimbangan dunia tetap terjaga. Sejak zaman dahulu, masyarakat Hindu melakukan upacara Ngerupuk, membawa obor dan membunyikan gamelan untuk mengusir roh jahat. Namun, konsep patung raksasa yang diarak baru populer sejak tahun 1980-an.

Dalam perkembangannya, festival ogoh-ogoh menjadi ajang unjuk kreativitas seniman lokal. Bahkan, di Bali sendiri, kini banyak desa mengadakan kompetisi ogoh-ogoh dengan patung yang dibuat semakin detail, menggunakan teknologi mekanik agar bisa bergerak.

Meski mengalami transformasi, esensi ogoh-ogoh tetap sama: ia adalah cerminan energi negatif yang harus dilebur sebelum memasuki Nyepi, hari penuh keheningan dan refleksi diri.

Pawai ogoh-ogoh di Sumber Garunggung menjadi bukti bagaimana tradisi Bali bisa berkembang di tanah rantau. Di tengah kehidupan masyarakat Barito Timur yang majemuk, perayaan ini menjadi wadah untuk mengenalkan budaya Hindu kepada khalayak luas.

Besok, saat senja mulai turun, dentuman baleganjur akan menggema, membangkitkan suasana magis yang menyatukan spiritualitas, seni, dan kebersamaan. Bagi masyarakat Hindu, ini adalah momentum menyucikan diri. Bagi masyarakat luas, ini adalah suguhan budaya yang mempesona.

Dan ketika malam berakhir, saat api mulai menjilat ogoh-ogoh yang siap dilebur, semua yang hadir akan diingatkan kembali bahwa dalam kehidupan, selalu ada hal buruk yang harus dilepaskan, agar esok hari menjadi lembaran baru yang lebih terang. (BME-1)